Sebuah organisasi yang telah mencapai tujuan pertama dan mengalami
kemajuan, biasanya mereka menjadi lemah dan kurang waspada. Untuk dapat
menjaga kewaspadaannya, sebuah organisasi harus kembali melihat teori
bisnisnya. Ada dua alat ukur dalam hal ini yaitu dengan yang namanya
pengukuran preventif.
Pengukuran preventif jika digunakan secara konsisten, akan menjaga
organisasi tetap waspada serta mengubah teori dan dirinya dengan cepat.
Pengukuran preventif pertama adalah pemutusan dan pengukuran preventif
kedua adalah mempelajari apa yang terjadi di luar bisnis.
Pengukuran preventif pemutusan
Tiga tahun sekali suatu organisasi harus menghadapkan setiap produk,
pelayanan, kebijakan, dan saluran distribusi dengan pertanyaan, "Jika
kita belum berada di dalamnya, apakah kita akan memasukinya sekarang?".
Dengan mempertanyakan kebijakan dan runtinitas yang ada, organisasi
memaksa dirinya sendiri untuk memikirkan teorinya. Organisasi memaksa
dirinya sendiri untuk bertanya, "Mengapa hal ini tidak berfungsi
walaupun saat kita memasukinya lima tahun yang lalu tampak sangat
menjanjikan? Apakah karena kita telah melakukan kesalahan? Apakah karena
kita telah melakukan sesuatu yang keliru? Atau apakah karena sesuatu
yang benar tidak dapat berjalan?"
Tanpa pemutusan yang sistematik dan bertujuan, suatu organisasi akan
dikalahkan oleh kejadian-kejadian yang muncul. Organisasi akan
menyia-siakan sumberdaya terbaiknya untuk sesuatu yang tidak pernah
dilakukan atau tidak lagi dilakukan. Hasilnya, organisasi akan
kemurangan sumberdaya, khususnya orang-orang mampu, yang diperlukan
untuk memanfaatkan peluang yang muncul ketika pasar, teknologi, dan
kompetensi inti berubah. Dengan kata lain, organisasi tidak akan mampu
merespons secara konstruktif peluang yang tercipta jika teori bisnisnya
sudah usang.
Pengukuran preventif dengan mempelajari apa yang terjadi diluar bisnis
Walk-arround management lazim dilakukan beberapa tahun ke belakang. Ini
penting, sama pentingnya dengan mengetahui sebanyak mungkin tentang
customer, area, dimana teknologi informasi menciptakan kemajuan yang
paling cepat. Tetapi sinyal pertama dari suatu perubahan jarang sekali
muncul di dalam sebuah organisasi atau di antara salah satu customer.
Perubahan hampir selalu menampakkan diri pertama kali dari antara non
customer. Jumlah non-customer selalu melebihi jumlah customer. Seperti
contohnya Wall-Mart, ralsasa peritel dewasa ini, memiliki 14% pangsa
pasar barang customer di AS. Ini berarti 86% dari pasar yang ada adalah
non customer.
Kenyataannya, contoh terbaik baru-baru ini tentang pentingnya non
customer adalah toserba di AS. Pada puncaknya 20 tahun yang lalu,
toserba melayani 30% pasar peritel non makanan di AS. Mereka selalu
mengajukan pertanyaan pada customernya, mempelajari, dan meneliti
mereka. Tetapi toserba itu tidak memberikan perhatian pada 70% pasar
yang bukan customer-nya. Mereka tidak melihat pentinganya melakukan hal
itu. Teori bisnis mereka mengasumsikan bahwa sebagian besar orang yang
dapat membeli di toserba adalah yang terpenting. Lima puluh tahun yang
lalu, asumsi ini cocok dengan kenyataan. Tetapi ketika era "baby boomer"
tiba, hal itu tidak berlaku lagi. Karena bagi sebagian besar kelompok
era itu (perempuan yang berada dalam keluarga terdidik dengan dua
penghasilan), uang bukan faktor utama untuk menentukan tempat mereka
berbelanja di toserba. Karena toserba hanya terpaku pada customer-nya
sendiri, maka mereka menyadari perubahan sampai beberapa tahun yang
lalu. Sejak itu bisnis terlanjur mengering. Sudah terlambat untuk
menarik kembali customer dari era "baby boomer". Toserba belajar dengan
cara yang tidak enak bahwa, walaupun mengarahkan perhatian pada customer
adalah sesuatu yang penting, namun hal itu belum cukup. Suatu
organisasi juga harus mengarahkan perhatiannya pada pasar. (Arh/hbr.org)
Home »
SEPUTAR MANAJEMEN
» PERAWATAN PREVENTIF
PERAWATAN PREVENTIF
Written By Unknown on 25/09/14 | 9/25/2014
Label:
SEPUTAR MANAJEMEN
Posting Komentar