Home » » PROVINSI JAWA BARAT LUMBUNG PADI INDONESIA?

PROVINSI JAWA BARAT LUMBUNG PADI INDONESIA?

Written By Unknown on 23/09/14 | 9/23/2014

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam, meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Sebagian besar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Begitupula dengan Indonesia, sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Jawa Barat Lumbung Padi Indonesia


Indonesia sendiri yang merupakan negara kepulauan yang terbagi dalam 33 provisi,  Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai salah satu 'lumbung padi' nasional. Hampir 23 persen dari total luas 29,3 ribu kilometer persegi dialokasikan untuk produksi beras. Hasil tanaman pangan Jawa Barat meliputi beras, kentang manis, jagung, buah-buahan dan sayuran, disamping itu juga terdapat komoditi seperti teh, kelapa, minyak sawit, karet alam, gula, coklat dan kopi. Perternakannya menghasilkan 120.000 ekor sapi ternak, 34% dari total nasional.

Menurut data yang dirilis Biro Pusat Statistik (BPS) luas panen tahun 2013 naik 5,09 persen dibandingkan dengan luas panen tahun 2012. Tahun 2013 luas panen sepanjang Januari sampai Desember 2013 mencapai 2,016 juta hektare. Sementara produktivitas padi naik 1,39 persen dibandingkan dengan produktivitas padi tahun 2012. BPS mencatat, produktivitas padi tahun 2012 mencapai 58,74 kuintal per hektare.

Pada tahun 2014 ini Indonesia menargetkan produksi padi Nasional surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014, dan Provinsi Jawa Barat ditargetkan dapat menyumbang 30% nya yaitu 2,9 juta ton beras atau setara dengan 5,16 juta ton GKG. Dapatkah indonesia mencapai target tersebut? Dan secara khusus, apakah Jawa barat dapat mencapai target yang ditetapkan? Apabila kita menilik dari banyaknya lahan produktif yang berada diwilayah Jawa Barat telah beralih fungsi seperti yang terjadi di Kabupaten kerawang. Masih dapatkah Jawa Barat mencapai target?

Prediksi pencapaian produksi beras Provinsi Jawa Barat 2014

Produksi padi di Jawa Barat tahun 2014 diperkirakan akan mengalami penurunan,hanya mencapai 11.149.743 ton GKG (gabah kering giling) atau setara dengan 6.995.349 ton beras, turun sekitar 7,72% dari tahun 2013. Penurunan produksi padi tahun 2014 hal ini disebabkan terjadinya penurunan luas panen sebesar 6,83%.

Jika dibandingkan dengan tahun 2013 produksi padi di Jawa Barat mencapai 12.083.162 ton GKG , setara dengan 7.580.976 ton beras, atau meningkat 7,20% dibanding tahun 2012. Peningkatan produksi padi tahun 2013 karena ada peningkatan luas panen sekitar 2,42%, periode MT (musim tanam) Mei - Agustus dari seluas 699.648 hektar menjadi 716.610 hektar , kemudian MT September - Desember, naik 26,79% dari seluas 367.230 hektar menjadi 465.609 hektar. Sedangkan MT sebelumnya Januari – April mengalami penurunan 0,50% dari 851.921 hektar menjadi 847.672 hektar . Total luas panen tahun 2013 mengalami peningkatan 11.092 hektar atau naik 5,79 %. Dari sisi produktivitas padi, pada tahun 2013 mencapai 59,53 kuintal/hektar. Jika dibandikan dengan produkstivitas tahun 2012 , meningkat 1,34%. Produkstivitas padi tahun 2012 hanya 58,74 kuintal/hektar.

Luas panen MT Januari – April 2014 mengalami penurunan seluas 77.555 hektar atau turun 9,15% , dari 847 .672 hektar menjadi 770,117 hektar. Luas panen MT Mei – Agustus dipekirakan turun seluas 22.267 hektar, turun 3,11% . Kemudian MT September – Desember , luas panen mengalami penurunan seluas 38.780 hektar atau turun 8,33%. Berdasar angka ramalan I tahun 2014 , produktivitas padi sawah diperkirakan mengalami penurunan 1,33% , produktivitas padi ladang meningkat 7,77% dari tahun 2013.


Nilai Tukar Petani

Sementara itu , nilai tukar petani (NTP) Jawa Barat pada bulan Juni 2014 mengalami kenaikan, di antaranya NTP tanaman perkebunan rakyat , naik 0,56% (dari 100,99 – 101,55), NTP subsektor peternakan , naik 0,52% (105,69 – 106,23), NTP subsektor tanaman pangan, naik 0,32% (102,26 -102,65) , sedangkan NTP subsektor perikananan mengalami penurunan 0,55% (101,72 – 101,16) , juga NTP subsektor hortikultura ,turun 0,02 % (108,00 -107,97) . NTP merupakan indikator tingkat kesejahteraan petani di perdesaan. Besarnya NTP menunjukan kemampuan tukar dari komoditas yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi petani, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk produksi. Pada bulan Juni 2014 , petani menjual gabah kering panen (GKP) rata-rata Rp 4.324/kilogram, naik 5,89% dari bulan Mei (Rp 4.083/kg). Untuk harga gabah kering giling (GKG) mengalami penurunan dari Rp 4.847,22 menjadi Rp 4.740,38 /kg. Gabah kualitas rendah naik, dari Rp 3.209,26/kg menjadi Rp 3.316,67/kg. Pada bulan Juni 2014, harga beras di tingkat penggilingan Rp 8.304,94/kg , naik dari Rp 8.270,00/kg. Berdasar kualitas beras yang dikelompokan menurut patahan (broken) beras, beras premium turun 0,84% dari Rp 8.588,50/kg menjadi Rp 8.516,67/kg , beras medium naik 3,91% dari Rp 8.057,35/kg menjadi Rp 8.372,41/kg, beras kualitas rendah turun 2,76% dari Rp 7.846,15/kg menjadi Rp 7.629,41/kg.

Apa penyebab utama penurunan produktivitas?

Dalam kasus Provinsi Jawa Barat dan mungkin di daerah lain yang serupa, permasalahan peningkatan produksi padi adalah sebagai berikut:
(1) tingginya alih fungsi lahan (mengurangi luas panen);
(2) menurunnya kesuburan tanah (penurunan produktivitas padi);
(3) buruknya infrastruktur jaringan irigasi (menurunkan produktivitas dan areal panen);
(4) meluasnya area yang berpotensi terkena gangguan bencana alam, seperti kebanjiran, kekeringan, longsor, serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Seiring dengan perubahan iklim global; dan (5) sarana dan alat mesin pertanian pra dan pasca panen yang mahal (sulitnya meningkatkan IP/areal panen, dan peningkatan produktivitas dan rendemen gabah-beras).
(6). Kurangnya regenerasi petani, dimana sektor pertanian ini masih kurang diminati oleh anak muda. Dikarenakan usaha pada sektor pertanian khususnya tanaman pangan ini seakan tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Ini dapat dihat oleh anak-anak muda Indonesia, dimana tidak adanya kepastian harga jual dan masih tingginya biaya produksi yang tidak sebanding dengan nilai jual hasil produksi.
(7)  Tekanan yang bertubi dari produk pertanian pangan impor yang memiliki harga jual lebih murah dari produk pertanian pangan kita. Sehingga melemahkan daya saing harga dari produk pertanian sektor pangan kita. Dengan ongkos produksi yang tinggi, tentunya hasil produksi petani tidak akan mampu untuk bersaing.
(8) Dalam hal permodalan, petani kita mengalami persoalan yang cukup signifikan dimana mereka sulit untuk memdapatkan pinjaman atau kredit lunak dari dunia perbankan. Sehinga kebanyakan petani kita mengambil jalan pintas dengan meminjam kepada renternir yang tentunya memiliki sistem bunga yang tinggi. Namun, disisi lain meminjam ke tengkulak atau rentenir, mudah dan tidak berbelit yang membuat petani kerepotan.

Ini adalah sebuah pekerjaan rumah yang panjang bagi pemangku kepentingan di Jawa Barat namun juga secara umum untuk pemerintahan yang baru. Bagiamana agar dapat menggenjot produktivitas hasil produksi beras namun juga bagaimana cara untuk dapat mensejahterakan petani dan tentunya menarik minat anak muda untuk terjun berusaha di sektor pertanian. Tentunya hal ini harus ditangani secara serius dan fokus, apalagi di penghujung tahun 2015 kita akan menghadapi pasar bebas di Asean. Dengan akan dibentuknya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) atau Asean Economy Comunity (AEC). Sektor produksi pertanian akan menjadi sasaran empuk bagi produk-produk impor dari negara-negara Asean, bilamana pemerintah tidak secepatnya membenahi perihal sektor pertanian. Tentunya dengan visi dan misi yang jelas dan terarah, tidak ada yang mustahil produk hasil pertanian pangan lokal menjadi tuan di negerinya sendiri.
(Arh/ sumber: www.puslittan.bogor.net  www.bisnisbandung.co.id  www.TRIBUNews.com www.bps.go.id)
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

18 April 2017 pukul 23.29

Terimakasih atas ilmunya ... sangat bermanfaat

Posting Komentar

Subscribe via RSS Feed If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
 
Support : 'your link' | 'your link' | 'your link'
Copyright © 2014. ABYAKSA BUANA INFORMASI - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger