Coca-Cola
masuk ke Indonesia pada 1927. Minuman berwarna cokelat bersoda itu dibawa orang
Belanda yang bermukim di Batavia. Aslinya, minuman ini diciptakan John Styth
Pemberton, ahli farmasi dari Atlanta, Georgia, Amerika Serikat, pada 8 Mei
1886. Dia mencampur sirop karamel dengan air berkarbonasi. Minuman itu
terdaftar sebagai merek dagang pada 1887, dengan nama Coca-Cola. Logonya
tulisan ”Coca-Cola” berwarna merah dengan hurufhuruf miring mengalir. Pada
1892, Pemberton menjual hak cipta Coca-Cola ke Asa G. Chandler yang kemudian
mendirikan perusahaan Coca-Cola.
Di Indonesia, perusahaan pembotolan Coca-Cola pertama berdiri pada 1932 di kawasan Pasar Baru, Jakarta, milik orang Belanda Dari Pasar Baru, pabrik Coca-Cola pindah ke kawasan Cempaka Putih. Kali ini dipegang perusahaan pembotolan lokal, Djaja Beverages Bottling Company. Tapi Djaya tidak bermain sendiri. Ada tiga perusahaan lain yang kecipratan legitnya bisnis minuman ringan itu di Indonesia: Tirtalina Bottling, Pan Java, dan Bangun Wenang Beverages.
TIga perusahaan tersebut memiliki penguasaan wilayah masing-masing. Djaya untuk pasar Jakarta, Tirtalina di Jawa Barat dan Sumatera, Bangun Wenang di Manado, dan Pan Java memfokuskan bisnisnya di Jawa Tengah. Dari tiga perusahaan itu, hanya Bangun Wenang yang masih bertahan. Tiga perusahaan lain diambil alih Coca-Cola Bottling Indonesia pada 1996. Pabrik di Cempaka Putih lantas dipindahkan ke Cibitung.
Penjualan Coca-Cola di Indonesia sempat vakum saat penjajahan Jepang dan ketika kampanye ganyang imperialis memanas di Indonesia pada 1964-1965. Tapi setelah itu penjualan kembali lancar. Bahkan kemudian masuk dua ”saudaranya”, Fanta (1973) dan Sprite (1975).
Coca-Cola memelopori penjualan dengan kotak pendingin. Hingga kini mereka terus menambah jumlah lemari pendingin. Sekarang tak kurang dari sepuluh pabrik pembotolan di Indonesia memproduksi Coca-Cola. Meski brand Coca-Cola sudah begitu akrab dengan masyarakat Indonesia, angka penjualan minuman ini masih rendah, cuma 15 botol per kapita per tahun. Kalah oleh penjualan di Palestina, misalnya, yang mencapai 40 botol per kapita per tahun. Padahal, di jajaran minuman karbonasi, Coca-Cola nyaris tanpa pesaing. Pepsi Cola, misalnya, hanya mampu menembus pasar terbatas.
Sampai sekarang Coca-Cola masih dianggap sebagai minuman mewah yang disajikan di saat pesta atau hari raya. Biarpun begitu, Coca cola tetap optimistis, angka itu perlahan terus terdongkrak lewat strategi bisnis yang jitu: gampang didapat, tampilan menarik, dan harga terjangkau. (Abya/tempo.com)
Di Indonesia, perusahaan pembotolan Coca-Cola pertama berdiri pada 1932 di kawasan Pasar Baru, Jakarta, milik orang Belanda Dari Pasar Baru, pabrik Coca-Cola pindah ke kawasan Cempaka Putih. Kali ini dipegang perusahaan pembotolan lokal, Djaja Beverages Bottling Company. Tapi Djaya tidak bermain sendiri. Ada tiga perusahaan lain yang kecipratan legitnya bisnis minuman ringan itu di Indonesia: Tirtalina Bottling, Pan Java, dan Bangun Wenang Beverages.
TIga perusahaan tersebut memiliki penguasaan wilayah masing-masing. Djaya untuk pasar Jakarta, Tirtalina di Jawa Barat dan Sumatera, Bangun Wenang di Manado, dan Pan Java memfokuskan bisnisnya di Jawa Tengah. Dari tiga perusahaan itu, hanya Bangun Wenang yang masih bertahan. Tiga perusahaan lain diambil alih Coca-Cola Bottling Indonesia pada 1996. Pabrik di Cempaka Putih lantas dipindahkan ke Cibitung.
Penjualan Coca-Cola di Indonesia sempat vakum saat penjajahan Jepang dan ketika kampanye ganyang imperialis memanas di Indonesia pada 1964-1965. Tapi setelah itu penjualan kembali lancar. Bahkan kemudian masuk dua ”saudaranya”, Fanta (1973) dan Sprite (1975).
Coca-Cola memelopori penjualan dengan kotak pendingin. Hingga kini mereka terus menambah jumlah lemari pendingin. Sekarang tak kurang dari sepuluh pabrik pembotolan di Indonesia memproduksi Coca-Cola. Meski brand Coca-Cola sudah begitu akrab dengan masyarakat Indonesia, angka penjualan minuman ini masih rendah, cuma 15 botol per kapita per tahun. Kalah oleh penjualan di Palestina, misalnya, yang mencapai 40 botol per kapita per tahun. Padahal, di jajaran minuman karbonasi, Coca-Cola nyaris tanpa pesaing. Pepsi Cola, misalnya, hanya mampu menembus pasar terbatas.
Sampai sekarang Coca-Cola masih dianggap sebagai minuman mewah yang disajikan di saat pesta atau hari raya. Biarpun begitu, Coca cola tetap optimistis, angka itu perlahan terus terdongkrak lewat strategi bisnis yang jitu: gampang didapat, tampilan menarik, dan harga terjangkau. (Abya/tempo.com)
Posting Komentar